realita hidup di desa

Realita Hidup di Desa, Bisa Bikin Orang Kota Tidak Betah

Realita Hidup di Desa – Hijau dan sejuk karena banyak pepohonan. Tenang dan damai karena tak ada kebisingan. Orangnya ramah-ramah dan apa adanya. Apakah itu yang kamu bayangkan tentang suasana pedesaan?

Apa yang kamu bayangkan benar adanya. Tapi tahukah kamu? Hidup di desa tak selamanya indah. Desa juga punya kekurangan yang bisa membuatmu tidak betah jika harus tinggal berlama-lama di sana.  

Realita Hidup di Desa

Saya tinggal di sebuah desa di Kabupaten Bangkalan. Tahun 2015 sampai pertengahan tahun 2020 saya merantau ke Depok. Jadi saya bisa membandingkan kehidupan kota dan desa secara langsung.

Menurut saya, setidaknya, ada 7 hal yang bisa bikin orang kota tidak betah tinggal di desa. Tapi sebelum lanjut membaca, saya cuma mau bilang.

Apa yang akan saya ceritakan di sini berdasarkan pengalaman pribadi ya. Bisa jadi apa yang saya alami hanya terjadi di kampung saya dan tidak terjadi di desa lain

Oke lanjut, apa saja kira-kira 7 realita hidup di desa yang harus orang kota ketahui sebelum pindah ke desa?   

#1 Sering Mati Lampu

Mati lampu sebenarnya tak hanya terjadi di desa. Dulu pas di Depok, di daerah kontrakan saya juga sering mati lampu. Sebab kontrakan saya emang agak ke dalam. Di daerah Bedahan, Sawangan.

Cuma, kalau dibandingkan dengan desa saya. Lebih sering mati lampu di desa saya. Dalam sebulan mati lampu bisa terjadi lebih dari10 kali loh.

Mendung mati lampu. Hujan deras dan banyak petir apalagi. Kondisi ini masih bisa dimaklumi sih. Yang bikin sebel itu, di siang bolong tiba-tiba mati lampu. Padahal tidak mendung, tidak hujan, dan tidak ada petir menyambar.

Pernah juga, saat malam lebaran. Lampu mati dari selepas isya sampai jam 2 dini hari. Sementara kami harus sudah mulai mempersiapkan hidangan lebaran.

Jadilah kembali ke jalam bahela. Masak dalam kondisi gelap-gelapan. Berteman lilin dan lentera.

#2 Susah Sinyal

Wah soal ini gak usah ditanya ya. Mendung sedikit saja, sinyal pada berhamburan entah ke mana. Dari 4G langsung jadi H+.

Buka google, sosial media, dan canva, MasyaAllah loading-nya lama banget. Belum lagi saat saya harus upload tulisan ke blog. Setengah hari baru bisa upload satu tulisan. 

Paling sebel pas lagi ada webinar via zoom. Saya sampai harus menumpang ke rumah sepupu yang rumahnya di dekat sawah.

Itu pun kalau lagi tidak mendung. Kalau mendung ya sama saja. Alamat tidak bisa mengikuti webinar dengan lancar.   

Baca Juga: Cara Membangun Personal Blog

#3 Banyak Cerita Mistis

Cerita mistis di kampung itu sudah biasa. Dari kecil saya sudah sering mendengarnya. Saya bahkan seperti hidup berdampingan dengan cerita mistis tersebut.

Paling sering itu adalah cerita orang meninggal yang jadi hantu. Belum ada sehari meninggal. Sudah tersebar kabar jika orang yang meninggal tersebut hantunya bergentayangan.

Entah siapa yang memulai. Tidak pernah bisa terpecahkan.

#4 Jauh dari Mall

Bagi yang hobi pergi ke mall. Bisa dipastikan tidak akan betah tinggal di desa. Jangankan mall, minimarket saja jauh.

Kalau mau jalan-jalan ke mall ya harus ke kota kabupaten. Di sana ada mall, cuma ya kecil dan sepi. Terutama sejak adanya pandemi covid-19. Kalau mau pergi ke mall yang bagusan ya harus ke Surabaya.

Untungnya saya bukan anak mall. Tidak bisa pergi ke mall bukan masalah besar bagi saya.

#5 Tak Banyak Jajanan

Saya memang bukan anak mall. Tapi saya ini suka banget jajan. Sayang di desa saya tidak banyak orang jualan. Paling banter ya beli snack ke warung terdekat. Ada sih penjual bakso kampung yang mangkal di dekat SD impres.

Pokoknya, pas lagi mau makan yang enakan dikit. Misal gorengan, nasi goreng, sate, bakso, terang bulan, atau martabak. Saya mesti pergi ke kecamatan dulu. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk ke sana.

#6 Tak Ada Ojek Online

Dulu pas tinggal di Depok, saya merasakan betul manfaat ojek online. Meski tidak punya kendaraan, kita jadi bisa pergi ke mana-mana dengan mudah. Mau pesan makanan tapi males yang mau ke luar? Ya tinggal pesen via Go Food atau Grab Food.

Meski di Kabupaten Bangkalan sudah ada Gojek. Tapi di kampung-kampung tidak ada. Jadi ya saya tidak bisa menikmati kemudahan dari Gojek.

Sebenarnya saya pengen supaya Gojek bisa sampai di desa saya. Soalnya saya belum ada motor. Mau ke mana-mana jadi susah. Harus menunggu kakak saya dulu. Cuma sepertinya itu tidak mungkin sih.   

Baca Juga: 5 Tahapan Menulis

#7 Jalanan Rusak

Sebenarnya banyak jalanan di desa yang sudah diaspal. Tapi ya cepet rusak. Dan saat rusak tidak segera diperbaiki.

Makanya banyak jalan yang berlubang. Jika hujan, lubang-lubang tersebut tergenang air. Itu kan bisa membahayakan pengguna jalan.  

Beberapa jalanan kecil yang tidak beraspal jadi becek dan licin saat musim penghujan datang seperti saat ini.

Ya begitulah teman-teman. Sebenarnya sih mau tinggal di kota atau pun di desa sama saja. Bagi saya pribadi, keduanya sama-sama punya tantangan yang harus kita taklukkan.

Jadi gimana? Kamu mau tinggal di kota apa di desa nih? Coba tuliskan di kolom komentar.

Artikel ini cocok untuk teman atau saudaramu? Yuk, bagikan!

5 comments

  1. Certified Impactful Writer, Rahasia Menghasilkan Tulisan Berdampak yang Dirindukan Pembaca berkata:

    […] Baca Juga: Realitas Hidup di Desa […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *