Awalnya saya tak terlalu peduli ketika kasus Ferdy Sambo menyeruak ke permukaan publik. Ah, rasanya itu cerita biasa, polisi menembak polisi.
Semasa SMA dulu, saya dua kali mendengar kasus yang sama di Kabupaten Bangkalan. Domisili saya kala itu.
Salah satu polisi yang menjadi korban bahkan adalah tetangga kakak saya. Kebetulan saat SMA saya menumpang di kontrakan kakak.
Maka, pertama kali mendengar kasus Ferdy Sambo dari Ibu yang menonton di TV. Saya hanya mendengarkan tanpa banyak berkomentar.
Tapi, setelah hampir 3 bulan kasus Ferdy Sambo bergulir. Saya justru terhipnotis. Hampir semua berita tentang kasus ini saya tonton melalui Youtube.
Terhipnotis Kasus Ferdy Sambo
Kok bisa? Saya yang awalnya tak begitu menggubris kasus Ferdy Sambo. Sekarang malah antusias mengikutinya.
Saya agak lupa sih kapan tepatnya saya mulai menaruh perhatian pada kasus yang menggemparkan Kepolisian RI ini.
Seingat saya, tanpa sengaja saya menonton salah satu berita di Youtube yang memberitahu, jika ada rekayasa besar di balik kasus Ferdy Sambo ini.
Oknum polisi yang terlibat pun banyak. Hampir 100 anggota polisi. Sebagian besar kena sanksi kode etik. Dan ampir 10 orang polisi jadi tersangka kasus pembunuhan berencana dan penghalangan penyidikan atau Obstruction of Justice.
Kaget dong saya. Lah kok bisa penegak bukum bahu membahu melakukan tindak kejahatan?
Berarti selama ini anggapan masyarakat banyak benarnya? Bahwa Kepolisian Indonesia bobroknya minta ampun?
Kronologi Kasus Ferdy Sambo
Rasa penasaran saya pun semakin membuncah. Mau tak mau, supaya dapat gambaran kasus yang lebih utuh. Saya menelusuri berita-berita Ferdy Sambo dari awal.
Astaga, setelah mengetahui kronologi kasus Ferdy Sambo. Ya meski tak secara lengkap betul. Saya merasa kayak nonton film aja.
Ferdy Sambo ini adalah polisi berpangkat bintang dua. Jenderal lah gitu kategorinya.
Posisinya adalah Kadiv Propam, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan. Julukan kerennya yakni polisinya polisi.
Pokoknya kalau ada polisi yang melanggar. Maka Kadiv Propam akan memberikan tindakan tegas alias hukuman setimpal. Ya, gitulah kira-kira.
#1 Awal Mula Kasus Ferdy Sambo
Sekitar bulan Agustus, nggak taulah kapan tanggal tepatnya. Indonesia dihebohkan dengan kasus polisi tembak polisi di rumah Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam.
Katanya, dua ajudan Ferdy Sambo terlibat baku tembak. Yakni Baradha Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Brigradir Josua Hutarabat.
Kala itu, Brigadir Josua melakukan pelecehan pada Putri Candrawathi, istri dari Ferdy Sambo. Ketika Putri berteriak minta tolong. Baradha E yang berada di lantai dua segera turun.
Merasa kepergok, Brigadir Josua mengarahkan tembakan ke Baradha E, tapi melesat. Baradha E pun membalas untuk membela diri.
Dalam baku tembak tersebut. Baradha E menang dan Brigadir Josua terkena 5 atau 7 tembakan. Kemudian meninggal lah ia di tempat, di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren 3.
Hebat betul si Baradha E ini. Katanya ia seorang penembak ulung. Makanya tak ada satu pun peluru Brigadir Josua yang mengenai tubuhnya.
Dan ternyata, kronologi tersebut merupakan hasil rekayasa Ferdy Sambo. Sebab yang terjadi sebenarnya adalah Brigradir Josua memang sengaja ditembak.
#2 Kejanggalan-Kejanggalan
Tak ada kejahatan sempurna. Begitulah kiranya yang terjadi. Ferdy Sambo gagal membangun narasi polisi tembak polisi.
Rekayasa Ferdy Sambo menyimpan banyak kejanggalan. Bahkan setingkat netizen saja bisa membacanya.
- Kok bisa seorang ajudan melakukan pelecehan pada istri atasannya? Di rumah atasannya lagi. Dan sedang banyak orang pula. Nggak masuk akal.
- Baradha Eliezer polisi baru. Sudah jadi penembak jitu? Kalau kata Susno Duaji, mantan Kabareskrim. Seorang baradha belum boleh memegang Glock-17. Senjata yang Baradha Eliezer gunakan untuk menembak Brigadir Josua.
- Keluarga korban bahkan dihalang-halangi untuk membuka peti mati oleh petugas yang mengantarkan jenazah Brigadir Josua. Lah, kok keluarga korban mendapat intimidasi? Kalau benar mah nggak usah gitu kali.
Ah, pokoknya saya bilang, kurang cerdik juga Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam.
Saya jadi keinget kata teman. Ferdy Sambo itu merasa siapa? Bisa-bisanya nge-prank institusinya sendiri dan rakyat Indonesia. PD banget lagi bikin cerita nggak masuk di nalar.
Kayaknya Ferdy Sambo ini memang mengandalkan posisinya banget. Tak masalah rekayasanya sempurna apa nggak. Seng penting ada cerita dulu.
Toh, dengan jabatan yang ia pegang. Ia bisa berkata, ‘cingcailah, semua pasti beres’.
Hmm, jangan-jangan selama ini dia memang terbiasa membuat rekayasa? Kemudian semua lolos begitu saja di bawah kendalinya?
Makanya ia begitu PD untuk kasus yang kali ini menjerat dirinya sendiri. Ferdy Sambo lupa kalau sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga.
#3 Terungkapnya Fakta Pembunuhan Birgadir Josua
Siapa yang memegang peranan penting dalam pengungkapan kasus Ferdy Sambo? Kalau kata saya adalah bibinya Brigadir Josua yang namanya Rohani Simanjuntak.
Kenapa kasus ini jadi ramai di sosial media padahal hampir case close? Sebab Kapolres Jakarta Selatan telah melakukan konferensi press sesuai dengan skenario Sambo.
Ternyata, Rohani Simanjuntak menyerahkan video ketika peti mati Brigadir Josua sempat dilarang untuk dibuka pada beberapa wartawan.
Ia juga memberikan beberapa foto tekait luka-luka yang ada di jenazah Brigadir Josua. Luka-luka tersebut, ia tengarai sebagai bekas penganiayaan.
Keren, ya. Ia mau loh berjuang mencari wartawan. Padahal ia tahu, ia hanya rakyat biasa yang harus melawan seorang jenderal.
Apa yang Rohani Simanjuntak lakukan kemudian menyita perhatian. Beberapa pihak terkait pun turun tangan. Mulai dari Kapolri, Menteri Polhukam, Presiden Jokowi, dan Komnas HAM.
Untungnya para petinggi ini menanggapi ya. Sampai kemudian terungkaplah fakta sebenarnya.
Penyidikan dilakukan ulang oleh timsus bentukan Kapolri Listyo Sigit. Ferdy Sambo dinonaktifkan. Baradha Eliezer dinyatakan sebagai tersangka.
Dan Baradha Eliezer akhirnya juga mengaku. Jika kasus tembak menembak antara dirinya dengan Brigadir Josua tak pernah terjadi.
Yang sebenarnya adalah. Baradha Eliezer diperintahkan oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Josua. Dan Ferdy Sambo juga ikut menembak.
Kasus pelecehan seksual pada Putri Candrawathi di Duren 3 juga tak pernah ada.
Berdasarkan penyelidikan Timsus. Ferdy Sambo juga memerintahkan bawahannya di Divisi Propam untuk merusak CCTV yang menjadi alat bukti.
Mantap bener. Eh nggak ding. Adanya jengekelin banget. Kok bisa polisinya polisi, sarjana dan magister hukum pula. Main nyuruh-nyuruh menembak dan merusak alat bukti. Bahlul bener!
Kasus Polisi Tembak Polisi Part #1
Sekarang, kasus Ferdy Sambo sudah masuk tahap penyidangan di Pengadilan Jakarta Selatan.
Saya bilang kasus ini makin seru. Juga makin bikin emosi.
Pasalnya Ferdy Sambo tak mengakui jika ia memerintahkan Baradha Eliezer untuk menembak. Ia cuma bilang, ‘hajar Chad (Richard Eliezer)’. Katanya juga, ia tak ikut menembak Brigadir Josua sama sekali.
Begitu juga dengan Putri Candrawati. Setelah skenario pelecehan seksual di Duren 3, gagal. Putri malah mengaku jika pelecehan terjadi di Magelang.
Malah makin ribet, kan? Ya udahlah. Kita lanjut di Polisi Tembak Polisi Part #2. Ceritanya sudah kepanjangan.
Wah, kasusnya bak drama korea ya kak, pantes aja kepercayaan terhadap institusi Polri di mata masyarakat makin jeblok
Iya sangat disayangkan pokoknya. Sedih juga iya.
[…] dibaca pada tulisan saya sebelumnya, Polisi Tembak Polisi Part #1. Di sana saya bercerita cukup […]