Inner child bukan cuma soal luka batin di masa kecil. Ada juga kok inner child yang positif. Sebagai anak kecil, kita pasti punya pengalaman manis meski sedikit saja.
Hal-hal baik di masa kecil sangat penting untuk kita kenang. Itu bisa membantu kita untuk menyembuhkan luka batin dari masa kecil itu sendiri. Setidaknya nanti kita bisa bersyukur, bahwa apa yang kita alami di masa kecil tak hanya hal-hal buruk saja.
Inner Child yang Bahagia
Metode mengingat kenangan manis di masa kecil ini saya pelajari dari program Parade Inner Child Healing dari Ruang Pulih sekitar setahunan yang lalu. Acaranya online, berlangsung kurang lebih 12 bulan lamanya.
Dalam program tersebut, ada satu sesi bersama dengan Kak Seto. Saat itu peserta program diajak untuk mengenang masa kecil bersama-sama. Kebetulan, Kak Seto memang lekat dengan masa kecil anak-anak tahun 90-an lewat karakter Si Komo. Jadi, pas sekali memomennya.
Selain membahas tentang Si Komo dari sudut pandang kenangan masing-masing. Beberapa peserta juga dapat kesempatan untuk menceritakan apa saja kenangan yang membahagiakan yang mereka alami di masa kecil.
Salah satu kesamaan para peserta adalah menonton berbagai film kartun. Sampai akhirnya semua peserta menyanyikan beberapa soundrack kartun tersebut bersama. Tentu diiringi musik yang diputar oleh pemandu acara waktu itu.
Tebak soundtrack kartun apa yang kami nyanyikan? Coba tulis di kolom komentar! Kalau betul, berarti kita punya kenangan manis yang sama.
Manfaat Mengenang Bagian dari Masa Kecil yang Positif
Ada beberapa manfaat yang saya rasakan ketika mengenang bagian dari masa kecil saya yang positif, yang membahagiakan. Berikut 2 diantaranya:
- Saya jadi sadar, jika masa kecil saya tidak selalu berisi luka, banyak kok sukanya. Jadi rasanya tidak adil jika saya hanya mengingat-ingat salah satunya saja. Bukankah keduanya punya perannya masing-masing? Luka membuat kita banyak belajar, suka membuat kita bersyukur.
- Jika saya pikir-pikir ulang, saya semasa SD adalah anak yang aktif, bersemangat, suka bereksplorasi, dan pantang menyerah. Secara tidak langsung, sikap-sikap tersebut perlahan dapat saya pelajari kembali ketika banyak mengakses masa-masa kecil atau inner child yang bahagia.
Kenangan Masa Kecil Jaman Dulu
Karena itu, pada kesempatan ini. Saya ingin menuliskan pengalaman-pengalaman baik yang saya alami di masa kecil. Ketika saya masih jadi anak sekolah dasar di tahun 90-an. Tentunya sebagai pengingat bagi saya pribadi.
Jika nanti saya kembali sedih dan banyak menyalahkan masa lalu. Setidaknya, saya bisa kembali membaca tulisan ini sebagai pengingat, bahwa saya juga punya pengalaman baik di masa lalu yang perlu saya syukuri.
Dan inilah momen-momen baik masa kecil jaman dulu yang saya alami.
1. Menghidupkan Lentera di Sore Hari
Saya pernah cerita di blog ini juga, jika di masa kecil saya hidup di desa tanpa listrik. Kondisi tersebut membuat saya punya tugas menghidupkan lentera di sore hari. Lentera untuk kamar mandi, dapur, teras, juga di dalam rumah.
Saya melakukan tugas itu dengan bahagia. Alasannya, saya merasa bangga karena telah dipercaya oleh Ibu saya untuk melakukan pekerjaan orang dewasa. Meski Ibu tidak pernah memuji atau bilang terima kasih, setidaknya Ibu saya tidak pernah komplain dengan hasil pekerjaan saya.
Alasan lainnya, saya suka bermain api. Ini bukan peri bahasa, tapi benar-benar bermain api yang sesungguhnya. Pertama, saya akan menghidupkan korek api kayu dalam sekali percobaan. Supaya pemakaian korek api kayunya lebih hemat.
Kedua, jika korek api kayu sudah menyala, maka saya akan menghidupkan sumbu lentera pertama. Dari sumbu lentera yang pertama ini, saya akan menghidupkan sumbu-sumbu lentera yang lainnya.
The real bermain api, bukan?
2. Menimba Air di Sumur Umum
Tidak cuma kekurangan listrik, di desa saya juga kesulitan mendapatkan air. Kami penduduk desa harus menimba air di sumur yang sangat dalam. Karena itu, kita menimbanya harus bersama-sama.
Untungnya sih, sumur umum di desa saya terletak tepat di belakang rumah. Jadi habis menimba saya bisa langsung mengangkutnya ke kamar mandi yang kebetulan letaknya juga di belakang rumah.
Waktu itu saya kan masih SD, jika menimba bersama dengan bapak-bapak yang tenaganya kuat. Saya sering mendapatkan bagian yang mudah, yakni hanya memegang corong air dan memindahkan corong air tersebut dari satu jirigen ke jirigen yang lain.
Sayang, waktu itu belum ada smartphone seperti sekarang yang dengan mudah dimiliki oleh siapapun. Soalnya kalau aktifitas menimba air ini direkam, wah bakalan seru pastinya.
Dari aktifitas menimba ini, saya benar-benar bisa meringankan beban Ibu dalam memenuhi kebutuhan air keluarga. Bayangkan, saya yang seorang anak SD, tubuhnya masih kecil dan kekuatannya tidak seberapa, tapi berhasil membuat 2 bak air di kamar mandi rumah saya yang lebar dan dalam tidak pernah kekosongan air. Bahkan selalu full setiap harinya.
3. Berburu Air Hujan
Saat musim hujan tiba, kami mengandalkan air hujan untuk memenuhi keperluan air. Dulu sih cukup teratur ya musim hujannya. Jika memang sedang musim hujan, ya akan sering hujan selama 6 bulan penuh. Begitu juga dengan musim kemarau, akan selalu kering dan panas selama 6 bulan. Tidak seperti sekarang yang musimnya sulit ditentukan.
Awal-awal dan akhir-akhir musim hujan, hujan deras tidak turun setiap hari. Jadi tugas saya dari menimba air berganti berburu air hujan dari banyak titik ujung talang di rumah. Sebab, kalau hanya mengandalkan talang yang langsung menuju kamar mandi tidak akan cukup untuk mengisi penuh bak air.
Nah, Ibu saya biasanya akan meletakkan beberapa jirigen di bawah ujung talang air. Jirigennya sama ibu sudah dipotong bagian atasnya sehingga terbuka dan mudah menampung air hujan. Bagian tengahnya juga diberi pegangan yang terbuat dari kayu biar mudah dipindah-pindahkan.
Air hujan dalam jirigen-jirigen itu kemudian saya angkut dan saya pindahkan ke bak kamar mandi. Jirigennya pakai yang ukuran 20 liter. Untuk anak SD, itu sudah sangat besar. Bener-bener ya, sepertinya dari kecil saya ini memang Wonder Women.
Eh, ini beneran urusan memenuhi kebutuhan air keluarga sebagian besar jadi pekerjaan saya waktu. Ibu juga melakukannya, hanya saja porsinya jauh lebih banyak saya, soalnya Ibu harus mengurus keperluan keluarga yang lain.
Sedangkan Bapak saya tidak ada di rumah, dia pergi merantau. Kakak-kakak saya ada di pesantren, adik saya masih kecil. So, kalau bukan saya siapa lagi yang bisa membantu Ibu?
4. Main, Mandi, dan Mencuci ke Sungai
Paling menyenangkan itu ketika musim hujan pertengahan. Akibat air hujan yang melimpah, pekerjaan saya beburu air hujan tak perlu saya lakukan lagi.
Gantinya? Setiap hujan turun saya bersama teman-teman sebaya langsung pergi ke sungai ke cil tak jauh dari rumah. Saya main sepuasnya di sungai itu.
Berenang mengikuti arus, melompat dari pohon yang tumbuh di tepi sungai, menciprat-cipratkan air, juga berendam. Meski air sungai cokelat karena hujan turun dengan deras, saya bahagia banget. Duh, rasa bahagianya terasa sampai sekarang, saya tidak bisa menggambarkannya.
Kenapa ya kebanyakan anak kecil itu suka bermain air? Pas saya cek di Google, saya dapat penjelasan dari halodoc.com, air ternyata bisa membantu melepaskan emosi negatif yang anak rasakan. Apalagi kalau bermain airnya bersama teman, itu bisa membantu mengasah kemampuan sosial anak.
Selain bermain dan mandi di sungai. Saya biasanya juga mencuci baju di sana. Harusnya tidak boleh sih, karena itu mencemari sungai. Maaf ya, waktu itu belum paham.
5. Mencari Kayu Bakar
Saat musim kemarau, selain menimba air di sumur, saya juga bertugas mencari kayu bakar. Musim kemarau adalah waktu yang paling tepat untuk mengumpulkan dan menyetok kayu bakar. Sebab di musim ini, ranting-ranting kayu kering sempurna. Bagus jika dijadikan kayu bakar.
Jika kayu bakar terkumpul banyak, di musim hujan kami jadi lebih tenang. Sebab persediaan kayu bakar untuk memasak sudah ada.
Ibu bahkan sampai membuatkan tempat khusus agar kayu bakar yang saya kumpulkan tidak terkena air hujan. Ya tempatnya seperti kandang kecil gitu.
6. Menjual Buah ke Pasar
Salah satu pendapatan Ibu selain menerima kiriman dari Bapak adalah menjual hasil panen buah-buahan yang tumbuh di pekarangan rumah. Sebagai anak yang berbakti, saya selalu ikut Ibu untuk menjualnya ke pasar.
Agar bertemu dengan banyak pengepul, kami harus berangkat selepas salat subuh langsung. Sebab kami ke pasarnya jalan kaki. Sementara jarak tempuh dari rumah ke pasar itu kurang lebih satu jam.
Cerita saya tentang pepohonan yang tumbuh di pekarangan rumah bisa kamu baca di tulisan ini => Matinya Pohon-Pohon.
Saya punya niat terselubung sih kenapa mau membantu Ibu berjualan buah ke pasar. Saya mungkin tidak membawa buah sebanyak yang Ibu bawa. Namun, buah yang saya bawa biasanya dapat menghasilkan uang minimal Rp5.000. Jaman dulu itu sudah banyak, bisa beli beras 2-3 kg.
Dari lima ribu tadi, saya dapat jatah Rp500 buat jajan. Dengan uang sebesar itu, saya bisa membeli semangkok bakso ala kampung favorit saya. Itulah alasan kenapa saya suka bakso sampai sekarang. Sebab saat saya kecil, bakso adalah makanan mewah yang sering saya makan.
7. Nonton Kartun di Akhir Pekan
Memang listrik belum masuk ke desa saya, tapi di beberapa desa tetangga listrik sudah ada. Kenapa tidak merata begitu? Karena katanya ada kendala sehingga tiang listrik tidak bisa didirikan di desa saya. Kendala apa itu? Saya kuran paham.
Beberapa orang yang secara ekonomi mampu, maka akan menyambung listrik dari desa tetangga tersebut. Maksudnya, si pemilik meteran akan menyewakan listrik ke orang lain melalui sambungan kabel. Nanti bayarnya per bola lampu, jika ada TV biayanya lain lagi.
Kebetulan ada saudara yang mampu menyambung listrik. Sehingga saya bisa menumpang menonton TV di sana. Seperti anak tahun 90-an lainnya, setiap akhir pekan saya bersama saudara yang seumuran nonton kartun.
Doraemon, Ninja Hatori, Power Rangers, juga sailormon. Kalau Dragon Ball saya tidak pernah nonton karena tidak suka. Nonton kartun di akhir pekan adalah hiburan yang paling menyenangkan kala itu. Apalagi soundtracknya sangat lekat di ingatan.
8. Main Aneka Permainan Tradisional
Rasanya waktu kecil, saya ini manusia super sibuk. Dari pukul 08.00-11.00 WIB, saya sekolah impres, selepas zuhur sampai asar sekolah Ibtidaiyah belajar agama, habis magrib sampai isya belajar mengaji.
Di sela-sela itu, saya masih membantu Ibu menimba air atau mencari kayu bakar. Namun, seingat saya, saya tidak kekurangan waktu untuk bermain. Mulai bermain bekel, dakon, lompat tali, bersepeda, engklek, kelereng, bentengan, juga kasti. Gimana ngatur waktunya, ya?
Ah pusing, kala itu memang tidak pakai jadwal. Semua berjalan secara alami tanpa perencanaan. Jatuhnya, hanya menikmati dan menjalani. Sungguh kehidupan yang tenang dan tenteram.
Masa Kecil Jaman Dulu
Sebenarnya masih banyak kenangan masa kecil saya yang positif. Namun hanya 8 kenangan ini yang paling melekat. Lebih dari setengahnya Sebenarnya adalah aktifitas bekerja. Anehnya, saya melakukannya tanpa beban, tidak merasa dipaksa dan tidak terpaksa. Saya justru merasa senang dan bangga, mungkin karena saya melakukannya tanpa pamrih.
Sekeras apapun saya bekerja, saya tak pernah mengeluh meski saat lebaran saya tak pakai baju baru. Meski jajannya hanya bisa semangkok bakso seharga Rp500. Di rumah pun lauknya lebih sering ikan asin.
Semangat-semangat inilah yang ingin saya akses dari inner child saya yang bahagia. Penuh semangat, bereksplorasi, aktif, produktif, enjoy menjalani hidup, serta fokus pada proses.
Yah, semoga tulisan ini selalu jadi pengingat. Masa kecil saya telah saya lalui dengan begitu luar biasa. Saya tak perlu lagi menyesali apapun, apalagi sampai menyalahkan kehidupan.
Kalau kamu, apa nih kira-kira kenangan positif masa kecilnya? Cerita yuk di kolom komentar! Supaya kita bisa bahagi bareng.