Saya perempuan usia 35 tahun. Masih single dan belum pernah menikah sama sekali. Selain pertanyaan kapan nikah, pertanyaan kerjanya apa merupakan pertanyaan yang sulit untuk saya jawab.
Di lingkungan saya tinggal, lazimnya perempuan usia 30-an sedang sibuk mengurus suami dan anak. Tapi saya malah asyik sendiri menekuni hobi menulis dan berkebun. Hobi yang sekaligus menjadi sumber cuan sehari-hari.
Orang-orang yang mengamati gerak-gerik saya pun keheranan. Itu perempuan ngapain? Menikah tidak, bekerja tidak, ngelonte pun tidak. Apa pesugihan babi ngepet?
Mengapa Menulis dan Berkebun?
Sebenarnya, sedikit sekali orang yang bertanya kenapa hobi saya menulis dan berkebun. Justru, sayalah yang sering menanyakannya ke diri sendiri.
Bukan apa, memahami alasan di balik apa yang kita lakukan dapat membantu menjaga konsistensi. Minimal membuat kita tak gampang menyerah.
Setelah melewati perenungan mendalam, ada 3 alasan utama kenapa saya masih mempertahankan kedua hobi saya tersebut.
1. Hobi Sejak Kecil
Bagi Bapak saya, barisan Majalah Bobo yang tertumpuk rapi di samping tembok kontrakan adalah sumber uang. Tak lama ia akan menyerahkannya ke tukang loak.
Sementara bagi saya, semua Majalah Bobo itu adalah teman penghilang rasa bosan. Saya menyukai isinya, ada banyak gambar, ada banyak warna, ada banyak cerita.
Itu kisah saya ketika masih SD, awal mula kenapa saya jadi suka membaca. Sehingga setelah remaja, saya mulai bermimpi untuk menjadi penulis.
2. Sesuai Keahlian
Bertahun-tahun kemudian, ketika menginjak masa SMA, setiap berangkat sekolah saya pasti melewati sebuah tempat yang berjualan tanaman hias. Lalu ada satu jenis tanaman yang memukau perhatian saya, namanya bugenvil.
Keunikan dari bugenvil yang saya lihat terletak pada bunganya. Lebih tepatnya bunga semu karena sedianya ia adalah daun muda yang menyerupai bunga.
Dalam satu tanaman bugenvil terdapat lebih dari satu bunga dengan warna yang berbeda. Ada yang perpaduan putih dan ungu, ada pula yang perpaduan antara merah, oranye, dan pink.
Suatu hari, ada kakak-kakak mahasiswa berkunjung ke sekolah, saya pun bertanya ke mereka, “Kak, kalau saya ingin bisa menanam bugenvil yang bunganya berwarna-warni, saya harus masuk jurusan apa?”
Berdasarkan petunjuk dari kakak-kakak mahasiswa tersebut, saya akhirnya kuliah di jurusan Agronomi yang menjadikan saya sarjana pertanian.
3. Menghasilkan Cuan
Saya mulai benar-benar serius menekuni dunia kepenulisan dan berusaha menjadikannya sumber penghasilan setelah memasuki usia 30. Itu pun karena saya tidak punya pilihan lain selepas resign dari mengajar.
Setelah puluhan kali jungkir balik mencoba berbagai hal, satu-satunya aktivitas yang membuat saya mampu mengisi perut adalah menulis di blog.
Di sisi lain terkait berkebun, saya masih bercita-cita menjadi petani. Ke depan, kalaupun harus berbisnis, saya hanya akan berbisnis di bidang ini.
Dan saya punya analisa kuat, satu-satunya bisnis yang peluangnya masih terbuka lebar adalah usaha budidaya tanaman. Bisnis ini tidak ada matinya dan tidak akan tergeser oleh apapun.
Masih ingat apa yang terjadi di saat pandemi Covid-19? Saat semua sektor babak belur, satu-satunya sektor yang tetap tangguh dan malah menjadi penyelamat perekonomian adalah sektor pertanian.
Di sisi lain, Indonesia masih membutuhkan banyak petani Muda. Berdasarkan survei dari BPS tahun 2023, dalam satu dekade terakhir, petani di Indonesia semakin menua. Sementara jumlah petani mudanya terus menurun.
Tantangan Jadi Penulis dan Petani
Penulis dan petani, begitu saya ingin mem-branding diri. Tapi mewujudkannya ternyata tidak mudah, banyak tantangan yang harus saya taklukkan. Saya akan menjabarkan tantangan-tantangan tersebut dalam 3 cerita berikut.
1. Dianggap Pengangguran
“Sini Mbak, duduk dulu,” ajak tetangga kontrakan. Kami baru saja selesai kerja bakti membersihkan lingkungan kontrakan. Saya pun menurut dan segera duduk tidak jauh darinya.
“Mbak nggak kerja kah? Kok saya perhatikan ada di rumah terus?” Lanjutnya. Saya menarik nafas pelan sambil pura-pura tersenyum. Sengaja sedikit mengulur waktu karena otak saya masih mencari jawaban yang paling tepat.
Jika saya menjawab saya adalah blogger, maka minimal saya harus menunjukkan wujud blog itu seperti apa. Sementara HP saya sedang bersantai di atas kasur. Saya tidak membawanya.
Di tempat yang berbeda, ketika masih tinggal di kampung halaman, seorang tetangga datang menghampiri saya yang sedang membersihkan rumput di sawah. Dia bertanya kenapa saya tidak lagi bekerja.
Hati saya menjawab, lah ini saya sedang bekerja, Pak. Miris sih, petani sendiri menganggap menjadi petani bukanlah sebuah pekerjaan.
2. Prosesnya Berat dan Kadang Membosankan
“Luk, saya mau buat blog kayak kamu,” kata Kakak perempuan tertua saya. Saya pun menjelaskan banyak hal, termasuk rincian biaya yang harus dia keluarkan untuk membeli domain dan hosting. Dan itu cukup membuat Kakak saya langsung mengurungkan niatnya.
Di lain waktu, mantan rekan kerja mengirimi saya pesan Whatsapp. Kak Luk, saya pengen ngeblog, gimana caranya?
Setelah saya memberikan beberapa arahan, dia akhirnya berhasil membuat blog pertamanya. Dia begitu semangat dan hampir setiap hari mem-publish tulisan.
Tapi belum ada satu tahun, semangatnya mulai mengendur. Dan kini blognya seperti rumah yang ditinggal pergi penghuninya, sepi tak terurus.
Maka selanjutnya, saat ada teman lain yang minta pendapat tentang lowongan content writer dengan gaji 4 juta per bulan, saya langsung berkata, “tidak usah dicoba kalau kamu hanya melihat uangnya saja”.
Saya bukan tidak percaya dengan nominal yang ditawarkan. Saya hanya ragu, sanggupkah dia menghadapi semua kekacauan yang tersembunyi di balik angka 4 juta Rupiah?
Banyak orang berpikir, bekerja sesuai hobi dan passion itu pasti menyenangkan. Amat sangat mudah dan tidak akan membosankan. Padahal ya sama saja dengan pekerjaan yang tidak berbasis hobi dan passion.
Sama-sama harus melewati proses yang berat, survive dengan segala susah dan senangnya, harus terus belajar agar berkembang, serta perlu membentuk semangat pantang menyerah.
Saya sering belajar SEO untuk meningkatkan keterampilan blogging, ini salah satunya: Belajar SEO Checklist.
3. Berat Meyakinkan Orang Tua
Bapak dan Ibu saya bukan tipe orang tua otoriter. Jadi, saat saya menyampaikan ingin fokus menulis dan bertani, mereka hanya menganggukkan kepala.
Padahal saya paham, jauh di dalam hati, mereka sangat mengkawatirkan masa depan saya. Menjadi penulis, pekerjaan macam apa itu? Seperti itu yang mungkin mereka pikirkan.
Ditambah lagi saya ingin jadi petani. Yaelah, mereka menyekolahkan saya sampai sarjana biar tidak jadi petani. Masalahnya, saat dulu saya bilang mau kuliah pertanian, mereka iya-iya saja. Ribet kan jadinya?
Saya akhirnya memutuskan untuk mengenalkan pekerjaan saya ke Ibu. Soal Bapak, biar saja jadi urusan Ibu.
Dengan percaya diri, saya tunjukkan blog saya pada Ibu lewat HP. Supaya beliau ada gambaran bagaimana proses menghasilkan uang dari menulis di blog.
Termasuk, saya juga menunjukkan 2 tulisan yang dibayar 100 Dollar Amerika per tulisan. Waktu itu 1 Dollar setara dengan 14 ribu Rupiah.
Saya sengaja sesumbar kepada Ibu jika pekerjaan menulis dengan bayaran Dollar tersebut datang dari Amerika. Cara saya mendapatkannya adalah dengan mendaftar melalui HP pakai Bahasa Inggris.
Sama orang tua, memang sebaiknya jangan main-main, rentan kualat. Sekitar sebulan kemudian, Bapak tiba-tiba menghampiri saya yang sedang di dapur. Langkah kakinya terlihat lebih cepat dari biasanya.
“Bagaimana, pekerjaan yang dari Amerika, ada lagi?” Tanyanya tiba-tiba dengan wajah sumringah. Membuat saya merasa bersalah, juga sedih.
Pekerjaan dari Amerika yang saya ceritakan pada Ibu, sebenarnya pekerjaan langka. Sampai detik ini pun saya belum mendapatkannya lagi.
Menyerah atau Lanjut, Nih?
Saya tidak punya alasan untuk menyerah. Maka pilihannya hanya satu, saya akan menekuni profesi penulis dan petani ini sampai akhir hayat.
Saya sudah punya banyak portofolio di bidang kepenulisan, keterampilan berkebun saya juga meningkat. Akan sangat disayangkan jika saya menyerah sekarang. Betul?
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.
Betul banget mbak, jangan menyerah, apalagi sudah menikmati prosesnya. Sejatinya tidak ada yang mudah, yang ada hanyalah mau berjuang atau tidak untuk mewujudkan mimpi, betulkan?
Sebenarnya apa yang Mbak Luluk lakukan saat ini sudah sesuai. Menulis dan berkebun itu sudah pas, dan sudah menghasilkan cuan. justru yang berat itu memang tanggapan masyarakat sekitar. soalnya bagi mereka, orang bekerja itu memang yang meninggalkan rumah senin sampai sabtu, minggu libur. Tapi terus semangat, Mbak. selagi enjoy dan halal.
SemangatCiee selalu kak Luluk. Daku apresiasi tinggi nih buat kakak, karena punya sisi unik sebagai blogger dan bertani. Lanjutkan kak, karena blognya bis aja di referensi siapa aja yang mencari artikel soal tanaman dan bertani, serta ini jadi ikoniknya kak Luluk🥰
Tetap ikhtiar dan trs berdoa semoga rezeki, termasuk jodohnya lekas dipertemukan ya kak.
Emg hidup di desa tuh banyak tantangannya, termasuk omongan tetangga. Giliran banyak rezeki, dikira pesugihan. Giliran kyk pengangguran, malah disinisin.
Aku jg lagi belajar bertani nih. Lebih tenang dibanding kerja di ibu kota yang trs kena sindrom mental health issue. Emg sih hasil tani tuh nggak tentu, tergantung harga di pasar. Tp klo lagi tinggi, penghasilan UMR Jakarta/Bekasi pun lewat. Hehe.
Ternyata, berkebun tidak hanya bisa jadi hobi yang menenangkan, tapi juga sumber penghasilan tambahan yang menjanjikan. Saya jadi termotivasi untuk mencoba berkebun di rumah. Selain menghasilkan sayuran segar, bisa juga sambil olahraga ringan.
Tetap semangat berbagi informasi tentang berkebun mbak Luluk. Btw tulisan mbak luluk sangat informatif, jadi bisa nambah wawasan tentang cara berkebun dan budidaya berbagai tanaman
Lanjut dong, mbak, jangan berhenti. Peluang mendapatkan dollar itu bisa dicari dari berbagai platform, jangan berhenti untuk menulis yaaa.. Blogger petani masih jarang loh, Insya Allah jadi ladang berkah untuk Mbak Luluk.
Kereen ka Luluk.
Kagum sama kegigihan ka Luluk dalam menekuni profesi. Karena sebenernya, apa yang kita cintai, belum tentu istimewa di mata oranglain. Tapi tetap tekun, ini yang langka sii..
Top of mind banget blog ka Luluk karena membahas berkebun.
wah keren, bisa menjalankan 2 hobi sekaligus dan berpeluang cuan pula kan. terus lanjutkan mbak, semangat, semoga lancar semuanya