Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat (UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas)
Lokasi Yayasan Pendidikan Anak-Anak Buta (YPAB) terbilang cukup sejuk, meski berada di tengah Kota Surabaya yang suhu rata-ratanya pada musim panas bisa mencapai 340C. Sejauh mata memandang, area yayasan tersebut memang ditumbuhi banyak pepohonan, terutama pohon pucuk merah.
Di YPAB ini, saya sudah ada janji untuk bertemu dengan Tutus Setiawan. Ia saya kenal sebab menjadi salah satu penerima Apresiasi Satu Indonesia Awards tahun 2015 atas kiprahnya mendirikan Lembaga Pemberdayaan Tunanetra (LPT). Saya sangat bersyukur, walau telah lama berdiri, sampai saat ini LPT tersebut ternyata masih tetap eksis.
Saya dan Mas Tutus (begitu saya memanggilnya) berbincang di ruang kantor YPAB. Layaknya sekolah pada umumnya, kantor tersebut memiliki lemari kaca berukuran sedang yang dipenuhi aneka piala. Sebuah jam dinding putih berbentuk bulat juga menggantung di salah satu sisi dinding ruangan. Jarumnya menunjuk pukul 09.45 WIB.
Sejarah Berdirinya LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra)
“10 November tahun 2023 ini, LPT berusia 20 tahun Mbak,” tutur Mas Tutus memulai cerita.
Awal mulanya, LPT bernama PBMS atau Perhimpunan Braille Muda Surabaya. Setahun kemudian (2004), PBMS berubah nama menjadi LPT yang merupakan singkatan dari Lembaga Pemberdayaan Tunanetra. Perubahan ini dilakukan karena nama LPT dirasa lebih long lasting dibanding dengan PBMS.
“Ya, kita (pengurus) kan tidak muda terus, Mbak.” Mas Tutus tertawa kecil.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2006, LPT diaktenotariskan menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kenapa LSM? Karena bagi Mas Tutus dan rekan-rekannya, LSM merupakan bentuk organisasi yang fleksibel dan independen.
“LPT ini kenapa kami dirikan, salah satunya karena tahun 2000-an kami melihat banyak diskriminasi (terhadap tunanetra) yang terjadi di Surabaya. Termasuk saya, ketika mencari sekolah untuk pendidikan SMA, banyak hambatan, banyak tidak diterimanya dengan berbagai alasan,” ungkap Mas Tutus yang menjadi tunanetra sejak usia 8 tahun.
Teman-teman Mas Tutus sesama penyandang tunanetra juga mengalami hal serupa. Mereka kesulitan mencari pekerjaan karena kedisabilitasannya. Bahkan mereka tidak bisa mendaftar sebagai PNS karena terhalang oleh syarat sehat jasmani dan rohani.
Karena itu, Mas Tutus berpikir, bahwa harus ada yang memperjuangkan hak-hak disabilitas tunanetra dari sesama penyandang tunanetra itu sendiri. “Jangan terima nasib begitu saja, dalam artian tidak ada yang bisa memperjuangkan suatu kaum kecuali kaum itu sendiri.”
Ucapan Mas Tutus ini kemudian mengingatkan saya pada surah Ar-Ra’d ayat 11. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
3 Program Utama LPT
Menurut penuturan dari Mas Tutus, LPT memiliki 3 program utama, yaitu pendidikan dan pelatihan, advokasi, serta riset.
Pendidikan dan pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kapasitas building teman-teman tunanetra. Harapannya agar mereka lebih siap untuk terjun ke dunia kerja dan pendidikan yang lebih luas. Sebab, sudah sejak lama teman-teman tunanetra dianggap kurang memiliki kemampuan, baik di bidang formal maupun informal.
Beragam pelatihan yang pernah diadakan oleh LPT antara lain, pelatihan komputer bicara, jurnalistik, operator telpon, MC, IT, dan berbagai jenis pelatihan lainnya.
Sementara untuk advokasi, program ini dibuat untuk mendampingi teman-teman tunanetra yang kerap mengalami hambatan saat bersinggungan dengan regulasi.
“Dulu, saat ada tunanetra ingin menabung di bank saja itu ditolak. Bahkan murid kami yang waktu itu sudah punya rekening dan mau membuat ATM juga dipersulit.” Kenang Mas Tutus yang merupakan lulusan magister pendidikan luar biasa dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
“Ada juga siswa kami yang dipersulit saat mau masuk ke sekolah reguler atau sekolah umum. Kami sampai mendatangi Kepala Dinas Pendidikan Kota Surbaya karena kepala sekolahnya ngeyel (bersikeras) tidak mau menerima dengan berbagai alasan.”
Saat berhadapan dengan hambatan seperti ini, Mas Tutus akan selalu menyampaikan jika menurut Udang-Undang (UU), antara disabilitas dan yang bukan disabilitas memiliki hak yang sama dalam hal apapun. Termasuk, tidak ada yang bisa menghalangi penyandang tunanetra untuk mengenyam pendidikan.
Terkait dengan UU, Mas Tutus juga menceritakan jika tahun 2006 Indonesia pernah mengikuti Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang diadakan oleh PBB. Dengan ikut meratifikasi konvensi tersebut, Indonesia wajib memberikan perlindungan dan memastikan jika disabilitas memiliki hak yang sama di mata hukum.
Sayangnya, menurut Mas Tutus hasil konvensi tersebut belum dituangkan dalam bentuk UU. Mas Tutus dan rekan-rekan dari LPT kemudian berjejaring dengan berbagai pihak untuk mendorong pemerintah melahirkan UU kedisabilitasan. Sampai akhirnya pada tahun 2016, Pemerintah Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 tentang Penyandang Disabilitas.
“Dan apakah harus berhenti di situ? Tidak. Undang-Undang itu tidak menjawab semuanya. Undang-Undang itu tidak akan bisa berbicara kalau tidak ada aturan turunan di bawahnya (di tingkat daerah). Jadi sampai sekarang pun kami masih tetap berjuang. Meski sudah ada Undang-Undang, tapi itu di tingkat pusat. Di tingkat daerah, masih banyak wali kota dan pemerintah daerah lainnya yang belum bisa mengakomodir kebutuhan teman-teman disabilitas.”
Radio Braille Surabaya (RBS), Aktifitas Terbaru LPT
Saya dan Mas Tutus masih duduk berhadapan di kantor YPAB dan dipisah oleh sebuah meja panjang yang cukup lebar. Dari ruangan sebelah, tepatnya ruang guru, sayup-sayup terdengar canda tawa para guru dan staf yang bekerja di YPAB. Sementara jam dinding telah menunjukkan pukul 10.30 WIB, masih banyak cerita yang perlu saya dengar dari seorang Tutus Setiawan.
“Barangkali, LPT itu satu-satunya organisasi tunanetra di Surabaya yang pernah ikut demo, Mbak.” Mas Tutus tersenyum mengenang masa-masa perjuangannya di masa lalu. Tak lupa, ia juga bersyukur karena kondisi saat ini sudah jauh lebih baik. Teman-teman disabilitas sudah banyak diperhatikan dan isu-isu kedisabilitasan juga mulai naik di masyarakat. Namun, perjuangan tak bisa berhenti, perbaikan masih tetap diperlukan di sana-sini.
Mengikuti perkembangan teknologi, Mas Tutus bersama rekan-rekannya juga merambah dunia digital. Dibantu oleh AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Surabaya, LPT mulai menyuarakan hak-hak disabilitas melalui YouTube dengan membuat chanel Radio Braille Surabaya (RBS). Melalui RBS ini, Mas Tutus berharap LPT bisa bekerja lebih efektif dan bisa menyampaikan masukan secara intelek dan luas.
“Kalau kita koar-koar di sini (Surabaya) yang mendengarkan mungkin hanya satu dua atau tiga orang saja. Tapi kalau kita melalui kanal digital, itu yang mendengarkan tidak hanya di sini. Di manapun orang-orang bisa mendengarkan suara kita,” ungkap Mas Tutus.
RBS sendiri di-launching pada Desember 2022 setelah LPT mendapatkan pelatihan kejurnalistikan selama 3 bulan dari AJI. Melalui RBS, LPT melanjutkan program riset dan advokasinya. Salah satunya terkait fasilitas umum di Kota Surabaya, apakah sudah aksesibel untuk teman-teman tunanetra atau belum.
Mas Tutus dan rekan-rekan LPT begitu semangat. Di sela-sela kesibukan pribadi, mereka turun langsung ke jalan untuk meliput berbagai fasilitas umun yang ada di Kota Surabaya. Beberapa fasilitas yang mereka coba antara lain Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), Bus Suroboyo, Feeder Wirawiri Suroboyo, dan Masjid Al-Akbar Surabaya.
Setelahnya, LPT melakukan audiensi ke Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Perhubungan (Dishub) untuk menyampaikan hasil liputan mereka di lapangan. Bahwa berbagai fasilitas umum yang ada di Kota Surabaya belum sepenuhnya aksesibel untuk teman-teman tunanetra. Pihak Dishub Kota Surabaya pun memberikan respon yang positif terhadap masukan yang LPT berikan.
Salah satunya, pihak Dishub Kota Surabaya akan memperbaiki aplikasi GOBIS Suroboyo yang ternyata sulit untuk digunakan oleh teman-teman tunanetra. Aplikasi GOBIS ini adalah aplikasi yang dapat digunakan oleh masyarakat Surabaya untuk memantau layanan Bus Suroboyo dan Feeder Wirawiri Suroboyo.
Tak hanya itu, hasil audiensi yang Mas Tutus lakukan bersama LPT juga melahirkan aturan baru. Yakni ongkos naik Bus Suroboyo dan Feeder Wirawiri Suroboyo untuk veteran, lansia, anak di bawah 5 tahun, dan teman-teman disabilitas digratiskan.
Harapan untuk Masa Depan Disabilitas di Indonesia yang Lebih Baik
“Secara umum, saya berharap teman-teman disabilitas memiliki kesetaraan hak dengan yang non disabilitas. Karena memang di amanah undang-undang, teman-teman disabilitas itu tidak ada bedanya dengan orang yang non disabilitas.” Itulah jawaban Mas Tutus saat saya bertanya tentang harapan LPT ke depan.
Mas Tutus juga ingin jiwa-jiwa kewirausahaan ditanamkan ke anak-anak disabilitas. Selain karena Mas Tutus sendiri memang menyukai dunia kewirausahaan, Mas Tutus juga terinspirasi dari teman-teman tunanetra yang ada di Yogyakarta.
Juni 2023 kemarin, Mas Tutus berkunjung ke Yogyakarta dan menemui temannya untuk berdiskusi. Menurut penuturan Mas Tutus, teman-teman tunanetra di Yogyakarta punya tren baru, yakni mulai merambah ke dunia usaha. Ada yang punya warung makan, kedai kopi, dan cafe yang baristanya juga tunanetra.
Karena itu, Mas Tutus tertantang untuk mulai mengenalkan dunia kewirausahaan ke teman-teman tunanetra di Surabaya. Meski di sisi lain Mas Tutus sadar, tantangan tersebut tidaklah mudah untuk ia dan LPT hadapi. Mulai dari permasalahan modal, pemasaran, sampai diskriminasi yang ternyata masih ada.
Sesuai pengalaman pribadi dari Mas Tutus saat membuat produk deodorant spray. Teman-teman non disabilitas masih memandang sebelah mata produk yang dihasilkan oleh disabilitas. Belum dicoba saja, produk tersebut sudah di-jugde dan dianggap tidak berkualitas.
Sementara, terhadap pemerintah, Mas Tutus tak memiliki harapan yang muluk-muluk. “Jalankan undang-undang, jalankan regulasi. Saat regulasi itu dijalankan oleh pemerintah, sudah, itu selesai sebenarnya.”
Mas Tutus juga berharap agar pemerintah selalu melibatkan teman-teman disabilitas saat membuat program atau saat membangun fasilitas umum. Baik itu terkait tata kelola kota, transportasi umum, pembangunan gedung, trotoar, dan masjid. Harapan ini ada bukan tanpa alasan.
Dalam Undang-Undang, disabilitas dinyatakan memiliki hak yang sama dengan non disabilitas. Karena itu, sudah seharusnya bagi pemerintah untuk membuat program atau membangun fasilitas umum yang juga aksesibel bagi tunanetra sejak awal. Agar hal ini terwujud dengan baik, maka perlu melibatkan disabilitas secara intensif untuk mengetahui apa sebenarnya kebutuhan mereka.
“Kalau kita menyediakan fasilitas untuk disabilitas, itu yang merasakan kemudian bukan hanya kita (disabilitas), loh. Ketika disabilitas bisa mengakses dengan mudah, yang tidak disabilitas ya tambah lebih mudah lagi,” imbuh Mas Tutus.
Perbincangan kami pun berakhir tepat saat jarum pada jam dinding yang ada di ruang YPAB, tempat Mas Tutus mengabdikan diri sebagai guru, menunjuk pukul 11.18 WIB.
Ke depan semoga teman-teman disabilitas ini mendapat perhatian dari pemerintah. Karena sebenarnya mereka juga punya potensi yang sama bahkan lebih besar dari orang non disabilitas.
Amiin. Terima kasih doanya Kak.
Panjang, berat dan berliku perjuangan Mas Tutus ini ya, Mbak. Sampai ikut demo menyuarakan hak-hak teman-teman disabilitas. Sampai akhirnya menyampaikan lewat kanal media. Alhamdulillah banyak kemudahan. Termasuk gratis naik bus surabaya. Salut untuk Mas Tutus dengan Yayasan Pendidikan Anak-Anak Buta (YPAB).
Iya Pak, keren pokoknya Mas Tutus ini.
terima kasih Mas Tutus Setiawan sudha menjadi pejuang dna cahaya bagi sebagain orang di sekitarnya, semoga kedepannya makin banyak lagi generasi penerus MAs Tutus yang akan mengangkat derajat kehidupan orang-orang teruatama bagi mereka yang disabilitas, semoga makin banyak program untuk mereka, karena mereka punya hak yang sama dengan kita semua dan mereka memiliki potensi untuk dikembangkan juga
Aamiin
masyaAllaah, semoga Allah selalu mudahkan langkah Mas Tutus dan selalu jaga beliau, aamiin
aku suka berkaca-kaca sendiri mataku kalo denger kisah kek gini. Merasa harus banyak2 bersyukur, ngga kufur nikmat dan memaksimalkan potensi yg kita miliki
Aamin untuk doanya buat Mas Tutus dan rekan-rekannya Mbak.
masyaallah mulia sekali apa yang telah diupayakan , berani bermimpi besar dan mewujudkannya, mantap, membuat saya semakin banyak bersyukur atas apa yang sudah dianugerahkan selama ini
Iya Mbak, Mas Tutus mengajari saya untuk berani bermimpi di tengah keterbatasan.
Inisiatif Pak Tutus ini memang harus mendapat dukungan dari banyak pihak, apalagi LPT ini bisa jadi wadah teman-teman tuna netra untuk semangat berkarya
Iya betul Kak.
Beberapa kali baca mengenai Pak Tutus. Beliau luar biasa sekali kak, membantu orang lain yang punya disabilitas yg sama. Aku gak bisa mbayangin hidup mereka bila gak ada dukungan. Menginspirasi banget.
Alhamdulilla, saya juga bersyukur bisa jadi salah satu orang yang mengenal Mas Tutus Mbak.
Rasanya fasilitas untuk disabilitas memang sangat kurang yah, kak. Padahal, kalau diperbanyak kan bisa sama² enak.
Setelah melihat perjuangan Mas Tutus, saya juga baru sadar Mbak, ternyata fasilitas untuk para Tunanetra masih sangat kurang.
Miris bgt msh ada perlakuan ga setara bagi penyandang tunanetra. Pdhl mereka jg manusia. Kebutuhan pokoknya jg sama. Tp aksesnya aja utk beragam kebutuhan msh dibatasi.
Smg habis cerita ini viral, perhatian pemerintah dan berbagai pihak thd tunanetra mkn bertambah. Akses apapun mkn gampang. Pelatihan bnyk dan peluang kerja /wirausaha jg mkn berkembang.
Iya Mas, saya sedih pas mas Tutus cerita soal ini.
semoga Makin banyak akses Dan kesempatan kerja, fasilitas umum buat Para penyandang disabilitas tuna netra yaaa. Lingkungan kerja Dan job desk yang bisa disesuaikan Sama kondisi juga jadi penting banget yaaa, supaya Para penyandang tuna netra pun tetep bisa berkarya
Aamiin….
Salut sama perjuanganny mas. Semoga rekan rekan disabilitas mendapatkan perhatian lebih ya dan semakin maju Indonesia
Amiin, semoga teman-teman sidabilitas semakin diperhatikan dan semakin maju.
Mas Tutus sangat sabar dan perhatian sekali dengan penyandang tunanetra.
Semoga Mas Tutus dan YPAB semakin menjadi tempat yang nyaman untuk sahabat-sahabat tunanetra dalam beraktivitas dan berkarya.
Lucu juga orangnya Mbak,, pas ketemua beliau banyak bercanda juga.