Biasanya pukul enam pagi, mata saya sudah menatap layar laptop dan HP, bergantian. Tapi semingguan ini, saya mencoba mengubah kebiasaan—yakni memilih berjalan kaki menyusuri jalan kampung yang tembus ke pasar terdekat.
Tidak ada niat yang bagaimana di awalnya, saya hanya merasa tubuh ini mulai berat, pegal, dan malas bergerak. Pola makan berantakan, tubuh seperti menagih perhatian. Maka saya memutuskan untuk mulai jalan pagi saja, berharap tubuh jadi lebih ringan dan bugar.
Rute saya terbilang sederhana, tapi cukup menyenangkan. Melewati ladang warga yang masih basah oleh embun, rumah-rumah penduduk yang mulai sibuk, dan kebun-kebun di pinggir jalan yang seolah menyapa dengan hijau dedaunannya.
Tapi ada satu hal yang tidak saya duga: mata saya ikut merasa lega. Rasanya seperti diberi jeda dari layar, dari cahaya buatan, dari segala hal yang membuatnya lelah diam-diam.
Dunia Layar yang Membuat Mata Lelah
Sebagai seorang blogger, hidup saya nyaris tidak bisa lepas dari layar. Menulis, mengedit, membalas email, riset konten—semuanya ada di balik cahaya biru monitor. Belum lagi aktivitas bersama komunitas kesehatan mental yang baru saya ikuti, Ruang Hati.
Dari rapat daring lewat Zoom, live IG yang memakan waktu berjam-jam, hingga proses kreatif menyusun buku bersama founder Ruang Hati. Semuanya semakin menambah jam tayang saya di depan layar.
Dan itu belum termasuk jam-jam lembur yang sering saya habiskan di malam hari. Begadang sudah seperti kebiasaan.
Entah menyelesaikan tulisan, menyiapkan materi, atau sekadar mengejar inspirasi yang kadang datang justru saat orang lain tidur. Akibatnya, waktu tidur saya pun tak menentu—lebih sering kurang dari cukup.
Awalnya saya menganggap itu semua hal biasa. Tapi perlahan, mata saya mulai memberikan sinyal protes. Rasanya kering, kadang sedikit panas, dan seringkali tidak fokus.
Ada juga hari-hari di saat saya bercermin, saya menyadari warna putih di bola mata tak lagi sebening dulu—agak kekuningan, seperti kehilangan kilau segarnya.
Kalau dipikir-pikir ulang, saya kok jahat banget ya sama mata sendiri? Padahal mata bukan cuma alat bantu untuk melihat.
Ia adalah bagian tubuh yang diam-diam bekerja tanpa henti, tanpa protes, sampai akhirnya ia tak bisa menyembunyikan kelelahannya.
Dan entah kapan terakhir kali saya memberikan jeda untuk mata saya.
Jalan Pagi: Pelarian yang Menyembuhkan
Biasanya, aktivitas pagi saya dimulai dengan membuka ponsel. Cek notifikasi, membalas pesan, lalu buka laptop untuk mulai menulis atau menghadiri rapat daring.
Mata saya seperti dipaksa bekerja sejak matahari bahkan belum terbit—belum apa-apa mata saya sudah harus menyesuaikan diri dengan cahaya buatan.
Tapi sejak saya mulai rutin berjalan kaki pagi-pagi, rutinitas itu berubah. Setelah shalat subuh, madi, dan berganti baju, saya langsung keluar rumah.
Tanpa sadar, saya telah memberi waktu bagi mata saya untuk “bangun” secara alami. Bukan dari cahaya layar, tapi dari sinar matahari pagi yang lembut dan pemandangan hijau di sepanjang jalan kampung.

Saya melewati ladang, kebun, rumah warga yang masih lengang. Awalnya ini terasa seperti pelarian dari kelelahan fisik, tapi lama-lama saya sadar, ini juga pelarian yang menyembuhkan untuk mata saya.
Saya baru benar-benar memperhatikannya setelah beberapa hari berjalan pagi. Mata saya tidak lagi terasa kering saat siang, tidak cepat lelah, bahkan warnanya mulai terlihat lebih jernih. Rasanya seperti tubuh dan mata saya akhirnya punya kesempatan bernapas.
Ternyata bukan perasaan saya saja. Dari beberapa artikel yang saya baca (cek link di bagian akhir artikel) paparan sinar matahari pagi memang punya efek baik pada mata.
Studi menyebutkan bahwa sinar matahari dapat meningkatkan produksi dopamin di retina, yang berperan penting dalam mencegah rabun jauh.
Kemudian, melihat pemandangan hijau juga terbukti membantu mata beristirahat karena warna hijau memiliki panjang gelombang yang paling nyaman bagi penglihatan manusia
Dari yang awalnya hanya ingin menggerakkan tubuh, saya justru menemukan cara untuk merawat mata saya. Jalan pagi ternyata bukan sekadar olahraga ringan, tapi juga bentuk jeda yang sangat dibutuhkan mata saya dari rutinitas digital.
Dalam sunyi pagi, mata saya belajar kembali menikmati cahaya alami, menyentuh dedaunan yang bergerak pelan, dan menangkap bayangan pepohonan yang menyegarkan. Siapa sangka, self-care untuk mata bisa sesederhana ini?

Mengatasi masalah mata minus: Operasi Lasik
Kita Butuh Merawat Mata Kita
Mata sering luput mendapatkan perhatian, apalagi perawatan. Padahal mata termasuk organ tubuh yang bekerja keras setiap hari, apalagi bagi kita yang bekerja dengan teknologi atau menghabiskan banyak waktu di depan layar.
Menjaga kesehatan mata bukan hanya tentang menghindari hal-hal yang bisa merusak penglihatan, tapi juga memberikan kesempatan bagi mata untuk pulih dan beristirahat.
Tanpa kita sadari, kebiasaan buruk seperti terlalu banyak menatap layar tanpa jeda atau kurang tidur, bisa memberikan dampak jangka panjang yang merugikan.
Self-care bagi mata bentuknya banyak. Bisa dengan mengonsumsi makanan sehat yang baik untuk mata, menggunakan obat tetes mata, tidur yang cukup, dan atau menggunakan kacamata anti sinar biru saat bekerja dengan gadget dan laptop.
Dan sekarang, kita bisa juga dengan menambahnya dengan berjalan kaki di pagi hari. Aktivitas ini bukan sekadar olahraga. Ini adalah bentuk self-care mata yang alami—memberikan waktu untuk tubuh bergerak dan memberi kesempatan bagi mata untuk beristirahat.
Tidak perlu menunggu sakit atau kelelahan datang, karena menjaga kesehatan mata sejak dini akan memberi dampak besar bagi kualitas hidup kita. Betul?
Referensi:
- https://www.rumahzakat.org/mengapa-mata-perlu-melihat-yang-hijau-hijau/
- https://www.mmgazette.com/kebaikan-cahaya-matahari-dalam-mengawal-rabun-jauh-miopia-diana-mohamed-pegawai-optometri/
- http://idimataram.or.id/manfaat-sinar-matahari-bagi-kesehatan-mata/
- https://www.diadona.id/health/benarkah-melihat-pemandangan-hijau-bisa-menyembuhakan-mata-minus-210809a.html?
Benar sekali ini, Mbak. zaman now, mata kita memang dituntut bekerja keras. Perbandingannya saja, dulu mengetik di mesin tik. mata tidak perlu terpapar langsung sinar biri. Sekarang, melek mata sudah buka hape, menjelang tidur cek hape lagi. Mata istirahat saat kita tidur malam.
Say juga mulai menyadari ini dan harus menjaga kesehatan mata, karena aset adalah berharga, termasuk modal utama menulis juga.
Gak disangka manfaatnya sebagus itu. Pantas aja waktu jaman sekolah apik banget mata jadinya, karena pagi² jalan hehe. Cuma pas giliran kerja, keknya gimana gitu, karena jadinya harus rebutan kereta huhu #jadicurcol 😃
Kata teman yang punya optik emang kita perlu lihat alam habis 20 menit lihat layar. Terlihat simpel tapi susah ini.
I feel you. Tuntutan pekerjaan bikin mata kayak dipaksa seharian menatap layar monitor, mulai dari laptop ke handphone. Entar ke laptop lagi.
Duh, kadang aku juga merasa, nih mata kayaknya butuh istirahat. Kalau sudah begitu, aku bakalan keluar rumah meninggalkan laptop dan handphone untuk menatap tanaman, langit yang biru dan sekeliling.
Enak yaaa klo lingkungan sekitarnya masih bisa merasakan pemandangan hijau gini. Di tempat saya sudah penuh dengan rumah2 nih. Tapi lumayan juga kalau pagi2 banyak penjual makanan. Bisa jalan2 sambil kulineran. Mata sehat tapi perut jadi melebar hehehee…
Senangnyaaa bisa jalan pagi dan menyegarkan mata dengan pemandangan alami. Aku juga sedang berusaha begini, Mbak. Cuma karena aku tinggal di kota besar, jadi harus puas dengan keterbatasan pemandangan. Yang penting, “memandang jauh” dan bukan sekadar menatap layar laptop dan hape, apalagi mataku sudah pakai lensa progresif.
Aku termasuk yang bersyukur juga ka.. masih bisa lihat yang hijau-hijau karena di daerah lingkungan perumahanku ada lahan kosong yang dimanfaatkan warga untuk jadi kebun produktif.
Dengan tanaman sayur, tanaman buah dan banyak tanaman obat, seketika lahan tidur tersebut bisa jadi lahan hijau yang bikin mata relax.
MasyaAllah bener banget, seharian ngga mengistirahatkan mata malah bikin pusing lho seriusan dehhh :(( makanya kalo ada waktu untuk jalan-jalan aku pasti lakukan sama keluarga. karena aku sama suami juga kerjanya sama2 di depan layar sih :((