Ya, ini mungkin memang perasaan saya saja. Saya merasa dunia ini bergerak begitu cepat. Entah itu waktu yang terus berlalu begitu saja. Juga berbagai prahara di dunia yang datang silih berganti seakan tanpa henti.
Di sisi lain, secara produktivitas dan perkembangan saya justru merasa melambat. Dan saya tak sanggup mengikuti arus pergerakan yang ada. Mau memaksa mengejar kok ya rasanya melelahkan.
Kenapa, ya?
Kenapa Dunia Semakin Cepat?
Pertama mungkin berkaitan dengan waktu, kenapa waktu cepat berlalu? Rasanya begitu.
Jika dipikir-pikir, kayak nggak percaya, tiba-tiba saja usia saya sudah 33 tahun. Padahal rasanya baru kemarin saya jadi anak yang tumbuh di kampung yang usianya baru 11 tahun.
Mencari kayu bakar, menimba air, main engklek, mandi di sungai, juga ke pasar membantu Ibu.
Sedikit cerita di masa kecil saya => Surat Cinta untuk Diri Kecilku.
Ternyata ini nggak cuma saya yang merasakan. Hampir semua orang dewasa merasakannya. Jika mengobrol bersama teman dan saudara yang seumuran, kami sering sepakat soal itu.
‘Ya Allah udah pagi lagi aja. Kok sekarang, waktu rasanya makin cepat berlalu, ya?’. Begitu yang sering kami ucapkan.
Rupanya itu ada penjelasan ilmiahnya. Saya dapatkan dari situs Sehatq.com. Katanya memang semakin bertambahnya usia, seseorang akan merasa jika waktu memang bergerak makin cepat.
Ada 2 penyebabnya, pertama karena sistem syaraf dalam memproses informasi visual makin melambat. Kedua karena orang dewasa sudah terbiasa dengan lingkungannya. Termasuk dengan masalah kali, ya?
Hidup Serba Cepat di Era Internet
Kenapa dunia semakin cepat? Jika pertama yang saya rasakan adalah berkaitan dengan waktu. Maka yang kedua sepertinya berhubungan dengan gaya hidup di era internet.
Di era ini, semua orang dituntut bergerak dan berpikir cepat. Informasi datang silih berganti tanpa bisa dihindari. Handphone seri ini baru keluar langsung disusul seri yang lain. Berita artis dan selebgram berseliweran ke sana-sini. Ah macam-macamlah pokoknya.
Bahkan baru-baru ini, kita mulai digempur dengan teknologi AI. Di bidang kepenulisan saja ada yang namanya ChatGPT. Semacam chatbot yang salah satu fungsinya bisa menghasilkan esai sesuai petunjuk.
Alamak, ini saja saya baru mulai aktif ngeblog. Udah ada ChatGPT. Saya bilang sih, mesin yang bisa menulis. Duh, saingannya bukan hanya manusia, tapi sudah teknologi.
Hidup Melambat di Era yang Serba Cepat
Entah mengapa, di dunia yang serba cepat ini, saya merasa hidup saya justru melambat. Dan jujur, di hati yang terdalam saya ingin berhenti mengejar segala perkembangan yang ada. Lelah, say.
Kurang lebih kondisi saya begini. Di sisi lain, saya merasa makin terdesak, tak ada waktu lagi. Efek dari merasa waktu berlalu cepat.
Lalu di sisi lainnya lagi, saya merasa kepentok, perubahan terjadi begitu cepat. Saya tak mampu mengejar.
Belum lagi saya memang merasa sudah kalah dalam segala hal. Karir, percintaan, keuangan, dan pendidikan.
Lengkaplah sudah.
Seni Hidup Melambat
Terus gimana, nih? Apakah saya benar-benar harus menyerah pada kehidupan ini? Mungkin tidak perlu.
Saya sebenarnya menemukan satu solusi, tapi saya tak bisa bicara banyak soal ini. Saya masih harus mempelajarinya lagi.
Ada satu gerakan yang namanya ‘slow living’ atau hidup melambat. Konsep ini bisa membantu kita menemukan batasan-batasan diri.
Misal membuat versi bahagia kita sendiri dan membantu kita lebih mindfullness. Sehingga kita tetap bisa merasa produktif tanpa perlu takut dikejar-kejar waktu yang terasa makin sempit.
Hmmm, menarik. Baiklah, saya akan mempelajarinya dan akan menuliskannya. Karena itu jangan lupa kembali lagi, ya.
Jika kita punya permasalahan yang sama, mari kita jadika ini bahan diskusi nantinya.