“Saya masih ngontrak!” Setiap kali mengucapkan kalimat tersebut, ada perasaan yang campur aduk.
Di satu sisi, saya menerima kenyataan hidup saat ini. Di sisi lain, ada keinginan yang tidak pernah padam: keinginan untuk suatu hari nanti memiliki rumah sendiri.
Bagi saya, rumah bukan cuma bangunan. Rumah adalah tempat pulang ketika dunia terasa berat, tempat saya meletakkan segala lelah, dan tempat saya bisa merawat diri supaya tetap bertumbuh.
Beberapa tahun terakhir hidup saya berubah banyak. Saya melewati masa sulit, mulai lagi dari awal, lalu perlahan memulihkan diri melalui hal-hal sederhana seperti menulis dan berkebun.
Mungkin itu sebabnya, kerinduan punya rumah sendiri semakin kuat. Saya membayangkan betapa tenangnya hidup jika suatu hari nanti saya bisa pulang ke tempat yang benar-benar milik saya.
Tempat yang bisa saya isi dengan tanaman, cangkul, tanah, dan tawa kecil dari keseharian yang damai.
Apa Arti Rumah Buat Saya?
Bagi saya, rumah adalah tempat untuk berhenti sejenak dari dunia yang terus bergerak.
Di masa-masa ketika hidup saya terasa runtuh sekitar tahun 2020 hingga 2022, sering kali saya membayangkan bagaimana rasanya punya ruang yang tidak akan diambil siapa pun. Ruang yang bisa saya rawat sedikit demi sedikit sambil merawat diri sendiri.
Setelah bangkit pada 2023, keinginan memiliki rumah justru menjadi lebih kuat. Rumah terasa seperti simbol dari perjalanan panjang saya: dari keterpurukan, dari kebingungan, dari mulai lagi dengan tangan kosong.
Bukan untuk menunjukkan pencapaian apa pun, tapi untuk memberi diri sendiri tempat yang layak disebut pulang.
Bayangan Rumah Impian Saya
Saat memikirkan rumah impian, saya selalu membayangkan halaman yang cukup luas untuk kegiatan kecil yang membuat saya bahagia.
Saya ingin bisa menanam sayur sendiri, memanen cabai, menaruh kompos, dan membiarkan tanah di tangan saya mengingatkan bahwa hidup bisa tumbuh dari hal sederhana.
Saya juga membayangkan ada sudut kecil untuk merawat hewan ternak rumahan seperti ayam atau bebek. Bukan untuk bisnis, hanya karena saya suka rutinitas merawat makhluk lain. Ada kehangatan khusus di sana.
Yang paling saya inginkan adalah ruang yang memberi rasa aman. Ruang untuk tenang, berpikir, menulis, dan memperbaiki diri tanpa tergesa-gesa.
Rumah yang tidak perlu luas atau mewah, tapi jujur mencerminkan siapa saya.
Kenapa Saya Suka Rumah Bergaya Belanda?

Lalu, untuk desain bangunan rumahnya sendiri, selain rumah tradisional, saya juga suka rumah bergaya Belanda, atau rumah-rumah lama peninggalan kolonial Belanda.
Saya memang tidak pernah merasakan sensasi berada di dalam rumah bergaya Belanda secara langsung.
Tetapi dari film dan sinetron, saya sering melihat rumah Belanda di Bandung dengan tampilan yang lapang, cahaya yang lembut, dan kesan hangat yang tidak dibuat-buat.
Langit-langitnya tinggi, membuat ruangan terasa lega. Jendelanya besar, menyambut cahaya pagi yang lembut. Material kayunya menghadirkan kesan rumah yang memiliki perjalanan panjang.
Detail kecil di pintu, kusen, atau terasnya selalu memberi nuansa nostalgia yang hangat.
Saya selalu membayangkan sore yang tenang di teras panjangnya. Duduk sambil minum teh, sambil melihat tanaman di halaman.
Ada suasana healing yang tidak bisa saya temukan di banyak jenis rumah lain. Mungkin inilah alasan kenapa rumah Belanda terasa dekat dengan gambaran rumah impian saya, meski lokasinya seringnya berada di kota yang bukan tempat tinggal saya.
Bandung Sebagai Kota Referensi Rumah Impian
Saya memang bukan orang Bandung, dan untuk saat ini saya juga belum punya rencana pindah ke sana. Tapi sejak lama, Bandung selalu muncul sebagai kota yang membentuk bayangan rumah impian saya, meskipun secara tidak langsung.
Dari foto, film, dan konten yang berseliweran di media sosial, Bandung sering menampilkan rumah-rumah kolonial dengan karakter yang hangat dan tenang.
Rumah-rumah itu memberi gambaran paling mendekati dengan apa yang selama ini saya cari: bangunan yang punya jiwa, punya sejarah, dan punya ruang yang terasa hidup.
Setiap kali saya browsing dan menemukan listing jual rumah di Bandung, saya cenderung berhenti sejenak. Bukan karena saya ingin pindah, tetapi karena rumah-rumah di sana membantu saya memahami selera saya sendiri.
Bandung seakan memperlihatkan versi konkret dari hal-hal yang sebelumnya hanya ada di kepala saya. Itulah kenapa bagi saya, Bandung bukan tujuan, tetapi cermin.
Bandung adalah kota yang memantulkan seperti apa rumah yang saya impikan, meskipun nanti rumah itu mungkin berdiri di kota yang berbeda.
Awal Saya Belajar Dunia Jual Beli Rumah
Keinginan untuk memahami gambaran rumah impian perlahan membuat saya belajar tentang dunia jual beli rumah. Tidak intens, hanya selingan di sore hari ketika saya ingin membayangkan masa depan sambil minum teh.
Saya mulai memahami perbedaan harga berdasarkan lokasi, tipe bangunan, ukuran tanah, bahkan tahun berdirinya rumah. Saya juga jadi lebih sadar bahwa membeli rumah bukan keputusan sehari dua hari. Ada proses panjang, perhitungan matang, dan kesiapan mental.
Setiap kali scrolling halaman properti, saya seperti sedang merangkai harapan: “Nanti kalau sudah mampu, saya ingin rumah seperti ini.” Rasanya hangat meskipun hanya dalam imajinasi.
Menemukan Listing Rumah Belanda Lewat Properti1.com

Dari semua situs yang pernah saya coba, pada akhirnya saya membuka Properti1.com. Saya masuk tanpa ekspektasi, tetapi ternyata ada satu rumah dengan desain yang saya sukai tampil di sana.
Ada satu yang membuat saya tertawa sendiri: rumah Belanda di Bandung dengan harga 35 miliar. Indah sekali, tentu di luar jangkauan saya saat ini, tapi menyenangkan melihatnya. Membayangkannya saja sudah cukup membuat hati hangat.
Bagi saya, Properti1.com bukan tempat yang membuat saya merasa terbebani. Justru sebaliknya, saya merasa seperti diajak melihat kemungkinan-kemungkinan yang suatu hari mungkin saja bisa saya capai.
Tidak ada paksaan, tidak ada kesan teknis berlebihan, hanya ruang untuk bermimpi dan mengenal lebih jauh tentang referensi rumah yang saya inginkan.
Baca juga: Jangan lupa, terapkan green living di rumahmu!
Mencari Rumah Impian: Belum Hari Ini, Tapi Nanti
Saya tahu saya belum sampai di tahap mampu membeli rumah sekarang. Tapi saya juga tahu hidup saya sudah bergerak begitu jauh sejak 2023. Dari titik terendah hingga titik di mana saya berani bermimpi lagi.
Membuka daftar rumah, melihat desain, membaca deskripsi, semua itu seperti latihan kecil untuk percaya bahwa masa depan saya bisa lebih baik. Bahwa suatu hari nanti, meskipun tidak tahu kapan, saya akan membuka pintu rumah yang benar-benar milik saya.
Perjalanan menuju dan mencari rumah impian adalah perjalanan menuju diri saya sendiri. Bukan soal kapan saya membelinya, tetapi bagaimana saya terus bertumbuh sambil menyiapkan diri.
Saya masih mengontrak hari ini, tapi saya tidak berhenti melangkah. Saya menabung, bekerja, memperbaiki diri, dan tetap menyimpan rumah itu dalam hati saya.
Suatu hari nanti, ketika saya benar-benar memegang kunci rumah pertama saya, saya ingin mengingat masa ini sebagai titik awal yang paling jujur: masa ketika saya bermimpi, percaya, dan perlahan-lahan berjalan ke sana.



